QIRADH
Fiqh
Muamalah
Oleh
Kelompok 5
1. Husni Wirya
Kusuma 11190715
2. Nike Kustian 11190724
3. Uswatun Hasanah 11190737
4. Yudistira Wati 11190740
Dosen
pembimbing: Drs. H. M. Natsir Toyib
FAKULTAS
SYARIAH
PRODI EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN
FATAH
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sudah cukup lama umat Islam
Indonesia, demikian juga belahan dunia menginginkan perekonomian yang berbasis
nilai-nalai dan prinsip syari’ah untuk dapat diterapkan dalam segenap aspek
kehidupan. Di zaman sekarang kita hanya menerapkan Islam hanya dalam ibadah
saja, tetapi terkadang dalam dunia perekonomian kita tidak memperhatikan
nilai-nilai Islam tersebut, sehingga seringnya merugikan orang lain, dengan
tidak memberikan hak-hak yang orang lain, seperti bagi hasil yang tidak merata,
sehingga ada salah satu pihak menjadi terzholimi. Oleh karena itu kami akan
membahas salah satu akad atau cara bagi hasil sesuai yang telah dijelaskan pada Al-quran dan Hadits, yaitu “Qiradh atau mudharabah.”
Mudharabah atau qiradh ialah akad
antara pemilik modal (harta) dengan pengelola modal tersebut, dengan syarat
bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai dengan keputusan.
Para ulama mazhab sepakat bahwa
mudharabah hukumnya dibolehkan (mubah) berdasarkan Al-quran, sunah, dan ijma’.
Dalam pelaksanaan qiradh kita harus
sesuai denga rukun dan syarat qiradh itu sendiri, qiradh pun dapat diterapkan
di perbankan, dan qiradh juga mempunyai manfaat dan risiko dalam
menjalankannya.
B.
Rumusan
Masalah
Dalam
makala ini kami membahas tentang
1.
Pengertian
Qiradh atau mudharabah.
2.
Dasar hukum
mudharabah dan qiradh.
3.
Rukun dan syarat
mudharabah atau qirad.
4.
Hukum mudharabah
atau qiradh.
5.
Jenis-jenis
mudharabah.
6.
Aplikasi dalam perbankan.
7.
Manfaat dan
risiko mudharabah.
C.
Tujuan
Tujuan dari penulisan makala ini,
selain untuk memenuhi tugas mata kuliah fiqh muamalah, juga agar dapat
memberikan manfaat khususnya penulis sendiri dan umumnya bagi masyarakat atau
mahasiswa, yaitu:
1.
Kita dapat
mengetahui pengertian qiradh atau mudharabah.
2.
Kta dapat
mngetahui dasar hukum mudharabah dan qiradh.
3.
Kita dapat
mengetahui rukun dan syarat mudharabah atau qirad.
4.
Kita dapat
mengetahui hukum mudharabah atau qiradh.
5.
Kita dapat
mngetahui jenis-jenis mudharabah.
6.
Kita dapat
mengetahui aplikasi mudharabah atau qiradh dalam perbankan.
7.
Kita dapat
mengetahui manfaat dan risiko mudharabah atau qiradh.
BAB II
QIRADH
A.
Pengertian
Pengertian qiradh dan mudharabah
mempunyai satu maknah. Mudharabah
adalah bahasa penduduk Irak dan qiradh atau muqaradhah bahasa penduduk Hijaz.
Mudharabah berasal dari kata
al-dharb, yang berarti secara harfiah adalah bepergian atau berjalan.
Sebagaimana firman Allah SWT:
tbrãyz#uäur
tbqç/ÎôØt
Îû
ÇÚöF{$#
tbqäótGö6t
`ÏB
È@ôÒsù
«!$#
Artinya:
“ Dan yang lainnya, bepergian dimuka bumi mencari karunia Allah. (Al-Muzammil:
20).
Selain
al-dharb, disebut juga qiradh yang
berasal dari al-qardhu, berarti al-qath’u (potongan) karena pemilik
memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian
keuntungan. Ada pula yang menyebutkan mudharabah atau qiradh dengan muamalah.
Jadi,
menurut bahasa, mudharabah atau qiradh berarti al-qath’u (potongan), berjalan, dan atau berpergian.
Menurut
istilah, mudharabah atau qiradh dikemukakan oleh para ulama,
sebagai berikut:
1.
Menurut para
fuqaha, mudharabah ialah akad antara dua pihak (orang) saling menanggung, salah
satu pihak menyerahkan hartanya bagi pihak lain untuk diperdagangkan dengan
bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau sepertiga
dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.
2.
Menurut
Hanafiah, mudharabah adalah memandang tujuan dua pihak yang berakad yang
berserikat dalam keuntungan (laba), karena harta diserahkan kepada yang lain
yang lainnya punya jasa mengelola harta itu. Maka mudharabah ialah “ Akad
syirka dalam laba, satu pihak pemilik harta dan pihak lain pemilik jasa.”
3.
Malikiyah
berpendapat, bahwa mudharabah ialah “akad perwakilan, di mana pemilik harta
mengeluarkan hartanya kepada yang lain untuk diperdagangkan dengan pembayaran
yang ditentukan (mas dan perak).”
4.
Imam Hanabila
berpendapat bahwa mudharabah ialah “ibarat pemilik harta menyerahkan hartanya
dengan ukuran tertentu pada orang yang berdagang dengan bagian dari keuntungan
yang diketahui.”
5.
Ulama Syafi’iyah
berpendapat bahwa mudharabah ialah “akad yang menentukan seseorang menyerahkan
hartanya kepada yang lain untuk ditijarahkan.”
6.
Syaikh Syihab
al-Din al-Qalyubi dan Umairah berpendapat bahwa mudharabah ialah “seseorang
menyerahkan harta kepada yang lain untuk ditijarahkan dan keuntungan
bersama-sama.”
7.
Al-Bakri Ibn
Al-Arif billah al-Sayyid Muhammad Syata berpendapat bahwa mudharabah ialah
“seseorang yang memberikan masalahnya kepada yang lain dan didalamnya diterima
penggantinya.”
8.
Sayyid Sabiq
berpendapat, bahwa mudharabah ialah akad antara dua bela pihak untuk salah satu
pihak mengeluarkan sejumlah uang untuk diperdagangkan dengan syarat keuntungan
dibagi dua sesuai dengan perjanjian.
9.
Menurut Imam
Taqiyuddin, mudharabah ialah “akad keuangan untuk dikelola dikerjakan dengan
perdagangan.”
(Dr. Hendi Suhendi., M.Si., 2010:
135-138).
10.
Hasbi Ash
Shiddieqy mengatakan bahwa mudharabah adalah “semacam syariat, bermufakat dua orang
padanya dengan ketentuan: modal dari satu pihak, sedangkan usaha menghasilkan
keuntungan dibagi di antara mereka.” (Dr. Helmi Karim, MA. 2002: 11-12).
Setelah kita mengetahui beberapa
pendapat para ulama diatas mengenai mudharabah atau qiradh, kiranya kita dapat
pahami bahwa mudharabah atau qiradh ialah akad antara pemilik modal (harta)
dengan pengelola modal tersebut, dengan syarat bahwa keuntungan diperoleh dua
belah pihak sesuai dengan keputusan.
Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di
mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan
pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi
menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung
oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola.
Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si
pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. (Dr.
Muhammad Syafi’I Antonio., M.Ec. 2001:95).
B.
Dasar
Hukum Mudharabah atau Qiradh
Secara umum, landasan dasar syariah
al-mudharabah lebih mencerminkan anjuaran untuk melakukan usaha. Melakukan
mudharabah atau qiradh adalah mubah (boleh). Para ulama mazhab sepakat bahwa
mudharabah hukumnya dibolehkan berdasarkan Al-quran, sunah, dan ijma’.
1.
Al-quran
Seperti
yang telah dijelaskan sebelumya ayat Al-qur’an yang menjelaskan hukum
mudharabah atau qiradh terdapat pada surah Al-Muzammil ayat 20:
tbrãyz#uäur
tbqç/ÎôØt
Îû
ÇÚöF{$#
tbqäótGö6t
`ÏB
È@ôÒsù
«!$#
Artinya:
“ Dan yang lainnya, bepergian dimuka bumi mencari karunia Allah.” (Al-Muzammil:
20).
Yang
menjadi wajhud-dilalah atau argument
dari surah Al-Muzammil: 20 adalah adanya kata yadhribun yang sama dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan
suatu perjalanan usaha.
#sÎ*sù
ÏMuÅÒè%
äo4qn=¢Á9$#
(#rãϱtFR$$sù
Îû
ÇÚöF{$#
(#qäótGö/$#ur
`ÏB
È@ôÒsù
«!$#
Artinya:
“Apabila shalat telah dilaksanakan dilaksanakan maka bertebaranlah kamu di
bumi, carilah karunia Allah…..” (Q.S Al-jumu’ah: 10).
}§øs9
öNà6øn=tã
îy$oYã_
br&
(#qäótGö;s?
WxôÒsù
`ÏiB
öNà6În/§
Artinya: “Tidak ada
dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu…(Al-Baqarah: 198).
Surah
Al-Mujadilah: 10 dan Al-Baqarah: 198 sama-sama mendorong kaum muslimin untuk
melakukan upaya perjalanan usaha. (Dr. Muhammad Syafi’I Antonio., M.Ec. 2001:
95-96).
1.
Al-Hadits
Hadits
yang diriwayatkan oleh Shuhaib:
Artinya:
“Dari Shuhaib r.a bahwa Saw bersabda: Ada
tiga perkara yang didalamnya terdapat keberkahan : jual beli yang di
tangguhkan, member modal (muqharadah), mencampurkan gandum dengan jagung untuk
keluarga, bukan untuk dijual.”
(Dr.
Mardani. 2011: 194-195).
a.
Hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Malik:
Artinya: “Dari ‘Ala’ bin Abdurrahaman dari ayahnya
dari kakeknya bahwa Utsman bin ‘Affan memberikan harta dengan cara qiradh yang
dikelolanya, dengan ketentuan dibagi diantara mereka berdua.
(Sayid
Sabiq. 1981: 212).
2.
Ijma’
Imam
Zailani telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap
legitimasi pengolahan harta yatim secara mudharabah.
Kesepakatan para sahabat ini sejalan dengan spirit hadits yang dikutip Abu
Ubaid. (Dr. Muhammad Syafi’I Antonio., M.Ec. 2001: 96).
C.
Rukun
dan Syarat Mudharabah atau Qiradh
Menurut ulama Syafi,iyah,
rukun-rukun qiradh ada enam, yaitu:
1.
Pemilik barang
yang menyerahkan barang-barangnya.
2.
Orang yang
bekerja, yaitu mengelola barang yang diterima dari pemilik barang
3.
Aqad
mudharabah dilakukan dengan pemilik dengan
pengelola barang.
4.
Mal,
yaitu
harta pokok atau modal.
5.
Amal,
yaitu
pekerjaan pengelolaan harta sehingga menghasilkan laba.
6.
Keuntungan.(Dr.
H. Hendi Suhendi, M. Si. 2010: 139).
Rukun akad mudharabah menurut Hanafiah adalah Ijab dan Qabul, dengan
menggunakan lafal yang menunjukkan kepada arti yang mudharabah. Lafal yang digunakan untuk ijab adalah lafal mudharabah,
muqharadah, mu’malah, serta lafal-lafal lain yang artinya sama dengan
lafal-lafal tersebut. Sebagai contoh, pemilik modal mengatakan: “Ambillah modal ini dengan mudharabah,
dengan ketentuan keuntungan yang diperoleh dibagi diantara kita berdua dengan
nisbah setengah, seperempat, atau sepertiga.”
Adapun lafal qabul
yang digunakan oleh ‘amil mudhorib (pengelola)
adalah lafal: saya ambil, atau saya terima, atau saya setuju, dan semacamnya. Apabila ijab dan qabul telah
terpenuhi maka akad mudharabah telah
sah.
Menurut jumhur ulama, rukun mudharabah ada tiga, yaitu:
1.
‘aqid,
yaitu
pemilik dan modal dan pengelola(‘amil/mudhorib).
2.
Ma’qul
‘alaih, yaitu modal , tenaga (pekerja) dan keuntungan, dan
3.
Shighat,
yaitu
ijab dan qabul.
Adapun syarat-syarat mudharabah
atau qiradh, antara lain:
1.
Modal harus
dinyatakan dengan jelas mengenai jumlahnya, seandainya modal berbentuk barang
maka barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang yang
beredar (atau sejenisnya).
2.
Modal harus
diserahkan kepada mudharib untuk
memungkinkannya melakukan usaha.
3.
Modal harus
dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
4.
Pembagian
keuntungan harus dinyatakan dengan persentase dari keuntunga yang mungkin
dihasilkan nanti.
5.
Kesepakatan
rasio persentase harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak.
6.
Pembagian
keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudharib
mengembalikan seluruh (atau sebagian) modal kepada shahib a-mal.
(H. R. Daeng Naja. 2011: 52).
D.
Hukum
Mudharabah atau Qiradh
Hukum mudharabah ada dua macam
yaitu:
1.
Mudharabah
fasid
Apabila
mudharabah fasid karena ayat-ayat
yang tidak selaras dengan tujuan mudharabah
maka menurut Hanafiah, Syafi’iyah, dan Hanabila mudharib tidak berhah melakukan melakukan perbuatan
sebagaimana (mudharib) tidak berhak
memperoleh biaya operasional dan keuntungan yang tertentu, melainkan ia hanya
memperoleh upah yang sepadan atas hasil pekerjaannya, baik kegiatan mudharabah tersebut memperoleh
keuntungan atau tidak. Apabila dalam kegiatan mudharabah tersebut diperoleh
keuntungan maka keuntungan tersebut semuanya untuk pemilik modal, karena
keuntungan tersebut merupakan tambahan atas modal yang dimilikinya, sedangkan mudharib tidak mendapatkan apa-apa,
kecuali upah yang sepadan, sebagaimana telah disebut di atas.
Ulama
Malikiyah berpendapat bahwa mudharib
(pengelola) dalam semua hukum mudharabah yang
fasid dikembalikan kepada qiradh yang sepadan (qiradh mitsl) dalam keuntungan,
kerugian, dan lain-lain dalam hal-hal yang bisa dihitung, dan ia (mudharib) berhak atas upah yang sepadan (ujrah
mitsl) dengan perbuatan yang dilakukannya. Apabila diperoleh keuntungan,
maka mudharib berhak atas
keuntungannya itu sendiri, bukan dengan perjanjingan dengan pemilik modal,
sehingga apabila harta rusak maka mudharib
tidak memperoleh apa-apa.
Beberapa
hal yang menyebabkan kembalinya mudharabah
yang fasid kepada qiradh mitsl adalah:
a.
Qiradh dengan
modal barang bukan uang.
b.
Keadaan
keuntungan yang tidak jelas.
c.
Pembatasan qiradh dengan waktu, seperti sayu tahun.
d.
Menyandarkan qiradh kepada masa yang akan datang, dan
e.
Mensyaratkan
agar pengelola mengganti modal apabila hilang atau rusak tanpa sengaja.
2.
Mudharabah
yang
shahih
Pembahasan
mengenai mudharabah yang shahih meliputi beberapa hal, yaitu:
a.
Kekuasaan mudharib.
b.
Pekerjaan dan
kegiatan mudharib.
c.
Hak mudharib, dan’
d.
Hak pemilik
modal.
(Sayid
Sabiq. 1981: 376-378).
E.
Jenis-jenis
Mudharabah
Secara umum mudharabah dibadgi
menjadi dua jenis yakni yang bersifat tidak terbatas (muthlaqah,unrestricted), dan yang bersifat terbatas (muqayyadah, restricted).
1.
Mudharabah
Muthlaqah
Pada
jenis almudharabah yang pertama ini, pemilik dana memberika
otoritas dan hak sepenuhnya kepada mudharib
untuk menginvestasikan atau memutar uangnya.
2.
Mudharabah
Maqayyadah
Pada
jenis mudharabah yang kedua ini,
pemilik dan pemilik dana memberikan batasan kepada mudharib. Di antara batasan itu, misalnya, jenis investasi, tempat
investasi, serta pihak-pihak yang diperbolehkan terlibat dalam investasi. Pada
jenis ini shahibul maal dapat pula
mensyaratkan kepada mudharib untuk
tidak mencampurkan hartanya dengan dana al-mudharabah.(Muhammad
Syafi’I Antonio. 2001: 138-139).
F.
Aplikasi
dalam Perbankan
Al-mudharabah biasanya diterapkan dalam
produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al-mudharabah diterapkan pada:
1.
Tabungan
berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan.
2.
Deposito special
(special investment), dimana dana
yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau ijara saja.
Adapun
pada sisi pembiayaan, mudharabah
diterapkan untuk:
1.
Pembiayaan modal
kerja, seperti modal perdagangan dan jasa.
2.
Investasi khusus
disebut juga mudharabah muqayyadah,
dimana sumber dana khusus dengan penyaluran uang yang khusus dengan
syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul
maal.
G.
Manfaat
dan Risiko Al-Mudharabah
1.
Manfaat
Al-Mudharabah
a.
Bank akan
menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
b.
Bank tidak
berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi
disesuaikan dengan pendanaan/hasil usaha bank hingga bank tidak akan pernah
mengalami negative spreade.
c.
Pengambilan
pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash
flow/arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
d.
Bank akan lebih
selektif dan hati-hati (prudent)
mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan
yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
e.
Prinsip bagi
hasil dalam al-mudharabah/al-musyarakah ini
berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerimaan
pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan
nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
2.
Risiko
Al-Mudharabah
Risiko
yang terdapat dalam al-mudharabah, terutama
dalam penerapannya dalam pembiayaan, relative tinggi. Diantaranya:
a.
Side
streaming: nasabah menggunakan dana itu bukan bukan yang
disebut dalam kontrak.
b.
Lalai dan
kesalahan yang disengaja.
c.
Penyembunyian
keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.(DR. Muhammad Syafi’I
Antonio, M.Ec. 2001: 97-98).
BAB
III
SIMPULAN
Pengertian qiradh dan mudharabah
mempunyai satu maknah. Mudharabah adalah bahasa penduduk Irak dan qiradh atau
muqaradhah bahasa penduduk Hijaz.
Mudharabah berasal dari kata al-dharb, yang berarti
secara harfiah adalah bepergian atau berjalan.
Setelah
kita mengetahui beberapa pendapat para ulama diatas mengenai mudharabah atau
qiradh, kiranya kita dapat pahami bahwa mudharabah atau qiradh ialah akad
antara pemilik modal (harta) dengan pengelola modal tersebut, dengan syarat
bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai dengan keputusan.
Secara umum, landasan dasar syariah
al-mudharabah lebih mencerminkan anjuaran untuk melakukan usaha. Melakukan
mudharabah atau qiradh adalah mubah (boleh). Para ulama mazhab sepakat bahwa
mudharabah hukumnya dibolehkan berdasarkan Al-quran, sunah, dan ijma’.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Syafi’I, Muhammad Antonio. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta:
Gema _______Insani.
Suhendi, Hendi. 2010. Fiqh
Muamalah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Al-Mushlih, Abdulla, dan Shalah ash-Shawi. 2004. Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Jakarta: _______Darul Haq.
Mardani. 2011. Ayat-ayat
dan Hadis Ekonomi Syariah. Jakarta: Rajawali Pers.
Karim, Helmi. 2002. Fiqh Muamalah. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
Adiwarman, A. Karim.
2007. Bank Islam Analisis Fiqh dan
Keuangan. Jakarta: PT. _______RajaGrafindo.
Naja, R. Daeng. 2011. Akad-akad Bank Syariah. Yogyakarta:
Pustaka Yudistira.
Sabiq, Sayid. 1981. Fiqh As-sunnah,juz 3. Dar Al-Fikr,
Beirut. Cet. III.
1 komentar:
ok
Posting Komentar